6/recent/ticker-posts

Jalan Tanpa Sambutan

Jalan Tanpa Sambutan
Oleh: Annisa Finsa Nuraini

Suara gemercik hujan terdengar nyaring membasahi atap sekolah sore itu. Dihiasi gurauan para murid yang tercetak jelas raut gembira di wajah mereka, karena pelajaran sore itu ditiadakan. Namun, tidak dengan gadis yang tengah memandangi hujan dengan semilir angin yang mengenai kulitnya. Ia termangu menatap kearah jendela yang sedikit terbuka. PLAKK! layangan keras yang ditujukan ke lengan gadis itu membuat ia dengan terpaksa menghamburkan lamunannya, sedikit mengeryitkan dahinya dan menoleh ke samping. “Sakit tau kenapa sih, Lun?” Aluna memutar bola mata malas. “Kamu itu yang kenapa malah melamun gitu, kalau kesambet setan gimana.” Grizellyn menghembuskan napas pelan. Grizellyn Vionika lengkapnya nama gadis yang melamun memandangi ke arah jendela itu, memiliki paras yang cantik membuat siapapun yang melihatnya akan terpikat. “Lagi mikirin life after graduate SMA ini ya?” Tambah Aluna. “Iya Lun …. Aku bingung mau lanjut kuliah atau kerja aja.” Jawabnya sambil menopang dagu di tangannya. “Kok jadi bimbang gini sih? nilai kamu bagus terus juga kamu jago melukis. So, gaada salahnya kamu ambil jurusan seni di kuliah nanti. Itukan impian kamu, Lyn.” Balas Aluna sambil menatap Grizellyn, terlihat raut wajah sedih di wajah sahabatnya itu. “Iya Lun aku maunya juga gitu. Tapi … orang tuaku menentang itu, mereka maunya aku ambil jurusan lain. They said that, jurusan itu nantinya after graduate juga belum tentu menjanjikan untuk masa depan aku. Jadi daripada aku kuliah dengan jurusan yang bukan kemauan aku, mending aku kerja aja.” Jelasnya. “Tapikan itu tergantung takdir dan nasib seseorang Lyn, kalau orang berusaha juga pasti Tuhan bantu jalan menuju suksesnya.” Jawab Aluna meyakinkan. “Aku juga udah memberi mereka penjelasan itu, Lun. Tapi orang tuaku kekeh mereka mau aku ambil jurusan lain.” Jelas Grizellyn. KRING … KRING…. Suara bel pulang menghentikan percakapan dua sahabat itu, Aluna dan Grizellyn pulang menuju rumah dengan rintik hujan yang masih menghiasi langit sore itu.

Dentingan sendok dan garpu menjadi lantunan yang menghiasi keheningan di meja makan, dengan suguhan berbagai macam lauk pauk yang ada di depan mata, keluarga yang berisikan tiga orang itu sudah duduk rapi sambil menyantap hidangan malam itu. “Bagaimana, Zellyn?” Suara berat yang berasal dari ayah Grizellyn berhasil memecah keheningan malam itu. “Em … maksudnya gimana, yah?” Jawab Grizellyn dengan suara bergetar. “Apa kamu sudah memutuskan jurusan apa yang kamu ambil, selain jurusan seni rupa?” Balas ayah Grizellyn. “Kamu tidak ingin mengambil jurusan bisnis digital atau manajemen saja, Zellyn?” Tambah mama Grizellyn. “Ayah, mama kalian tau kan jurusan yang aku mau itu seni rupa. Kalian juga tau kan aku suka melukis, menggambar sejak kecil. So, please biarin Zellyn milih jalan hidup Zellyn sendiri, apapun yang dipaksakan juga hasilnya ga baik yah, ma.” Jawab Grizellyn. “Restu orang tua itu juga penting, Zellyn! ayah dan mama melakukan ini juga untuk kebaikan kamu, apa susahnya menuruti perkataan orang tua!” Balas Ayah Grizellyn dengan nada meninggi. “Padahal dulu ketika aku melakukan hal yang aku sukai yaitu menggambar dan melukis bahkan sampai mengikuti lomba, kalian bangga dan senang dengan pencapaian aku kan. Tapi … kenapa sekarang ayah dan mama jadi menentang impianku seperti ini?” Jelas Grizellyn dengan nada gemetar menahan tangis. “Sudah berapa kali ayah bicara tentang ini, setelah lulus mau jadi apa kamu nanti Zellyn? membuka gallery art pun juga harus terkenal Zellyn, agar nantinya karya kamu dihargai dan dikenal. Jurusan yang ayah dan mama mau kan setelah lulus bisa langsung melamar di perusahaan atau kantor milik om Andi atau kamu bisa mengembangkan usaha milik ayah dan mama juga. Ayah beri kamu waktu dua hari untuk memikirkan ini, jangan kecewakan ayah dan mama.” Ucap ayah Grizellyn sambil pergi meninggalkan meja makan. Grizellyn menumpahkan air mata yang ia tahan sedari di ruang makan tadi di dalam kamarnya, sambil memandangi pajangan lukisan serta piala, medali juga sertifikat yang ia peroleh ketika ia melukis dan menggambar. “Aku harus bagaimana? disisi lain aku tidak mau menjadi anak durhaka yang membantah omongan orang tua, tapi aku juga mau impianku menjadi pelukis dan memiliki gallery art terwujud, aku harus bagaimana, aku bingung.” Rintih Grizellyn. “Apa salah jika aku ingin memilih jalanku sendiri?” Batin Grizellyn sambil termangu mentapi salah satu lukisan yang tergambar seorang perempuan yang tengah berdiri di tepian jurang dengan dasar bawah tanah duri-duri tajam, sambil tangan yang berusaha mengais cahaya bintang di langit.

Hari ini dimana dua hari telah terlewat dari waktu yang ayahnya beri, keputusan jalan mana yang Grizellyn tempuh akan diputuskan olehnya hari ini. Seperti biasanya Grizellyn pergi ke sekolah bersama Aluna, sahabat dekatnya sedari duduk di bangku SMP hingga SMA ini. “Lun … istirahat nanti, aku mau cerita suatu hal yang belum aku ceritakan ke kamu ya,” ujar Grizellyn sambil menyusuri koridor sekolah. “Cerita apa? buat penasaran aja deh, sekarang aja Grizellyn Vionika yang super duper cantik.” Balas Aluna penasaran sambil mencegah lengan Grizellyn untuk berhenti melangkah. “Nanti aja Lun, hehehe. Ayo buruan jalan nanti telat loh, kamu hari ini piket kan.” Jawab Grizellyn sambil terkekeh kecil dan melanjutkan langkahnya menuju kelas. Aluna mendengus kesal, ia langsung mengekori Grizellyn yang sudah jalan mendahului nya. Hari ini dua pelajaran matematika dan biologi sudah selesai, yang berarti waktu istirahat telah tiba. Grizellyn dan Aluna sudah berada di kantin dan memakan pesanan mereka. “Gimana Lyn, kamu mau cerita apa?” Tanya Aluna sambil menyuap makanan masuk ke mulutnya. “Jadi hari ini aku akan memutuskan jalan mana yang akan aku pilih saat kuliah nanti. Ayahku memberi waktu aku selama dua hari untuk mempertimbangkan jurusan yang akan aku pilih. Dan dua hari itu adalah hari ini … Lun, aslinya aku masih bimbang tapi doakan aku ya agar keputusan yang aku buat nantinya adalah keputusan terbaik.” Jelas Grizellyn. “Pasti Lyn, ikuti kata hati kamu ya dan jangan lupa berdoa. Sebagai sahabat aku berharap yang terbaik untuk kamu, entah dimana nantinya jalan yang akan kamu lalui selagi itu bukan jalan yang salah aku akan selalu mendukung kamu Lyn. Stay strong ya, aku yakin you can trough this!” Balas Aluna sambil tersenyum hangat. “Aku beruntung bisa kenal dan sahabatan sama kamu Lun, aku juga selalu berdoa supaya kamu always happy intinya best wishes untuk kita berdua ya.” Ucap Grizellyn sambil tersenyum melihatkan barisan gigi rapinya. Keduanya pulang ke rumah masing-masing setelah menyelesaikan pelajaran terakhir, sesampainya di rumah pikiran Grizellyn gusar dia bimbang harus bagaimana. KLING! notifikasi pesan masuk dari Bu Kinan, guru seni budaya di kelas Grizellyn.

Bu Kinan (Seni Budaya)
Zellyn, Ibu ada info beasiswa yang mungkin akan berguna untuk kamu,
kamu bisa mendaftar beasiswa yang ada di Royal College of Art (RCA)
di London, dengan jurusan yang kamu mau seni atau desain. Prosesnya
akan ibu bantu ya jika kamu berminat, pikirkan baik-baik ya Zellyn.

Baik ibu akan saya pikirkan terlebih dahulu.
Terima kasih atas informasinya bu.

Membaca pesan itu Grizellyn makin bimbang, dia sangat senang mendengar bahwa gurunya Bu Kinan mau membantunya dalam proses pendaftaran yang bahkan di luar negeri pula. Tapi bagaimana dengan orang tuanya, akankah mereka setuju dengan keputasannya. Jam telah menunjukkan pukul 08.00 malam ketiga anggota keluarga tersebut sudah berkumpul di meja makan. “Ayah … mama … aku sudah memutuskan jurusan apa yang akan aku ambil, aku memutuskan untuk mengambil tawaran Bu Kinan. Tadi beliau mengirim pesan kepada Zellyn, beliau memberi informasi terkait beasiswa yang ada di Royal College of Art (RCA) di London. Dan beliau akan membantu Zellyn mengenai pendaftarannya yah, ma. Jadi beri aku kesempatan buat yang terakhir kalinya ya, biarin aku mengejar impian yang aku mau. Zellyn janji kalau tidak lolos, Zellyn akan mengambil jurusan sesuai dengan kemauan ayah dan mama.” Ucap Zellyn dengan nada penuh harap. “Beri Zellyn kesempatan saja ya, jangan terlalu dipaksakan, mama sudah merestui pilihannya. Mama sadar kalau sesuatu yang dipaksa itu tidak baik, dan sudah seharusnya sebagai orang tua kita mendukung pilihan anak kita yah.” Kata mama Grizellyn menyakinkan suaminya. “Baiklah kalau begitu, ayah akan merestui pilihan kamu Zellyn. Ayah harap kamu berhasil nantinya. Maafkan kita ya sudah memaksakan kamu memilih suatu hal yang tidak kamu mau.” Jawab Ayah Grizellyn. Mendengar itu Grizellyn sangat bahagia sekali, akhirnya orang tuanya merestui jalan pilihannya.

Empat bulan telah berlalu, tiba dimana masa akhir sekolah. Grizellyn dan Aluna telah menyelesaikan kewajiban sekolah di SMA nya, keduanya lulus dengan nilai yang baik. Sesuai dengan rencana, Grizellyn dibantu oleh Bu Kinan melakukan pendaftaran beasiswa di Royal College of Art (RCA) di London, sedangkan Aluna ia mendaftar di Universitas Indonesia dengan jurusan Akuntansi. Dengan keajaiban doa dan tekad yang kuat, Grizellyn dan Aluna berhasil lolos seleksi. Dengan bangga mereka akan segera berkuliah di universitas dan jurusan yang mereka impikan. Kabar gembira itu tentunya telah sampai di telinga orang tua Grizellyn, dengan perasaan bahagia, haru dan bangga Grizellyn menyampaikan berita lolos seleksinya. “Selamat ya Zellyn kamu lolos, mama senang dengarnya. Mama selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu ya sayang,” ucap mama Grizellyn. “Semoga kamu bisa lulus dengan nilai baik di sana nantinya, selamat ya Zellyn ayah senang dengarnya.” Tambah ayah Grizellyn. Mendengar itu Grizellyn tidak bisa menahan air mata yang terbendung sedari tadi, momen yang tak pernah Zellyn bayangkan bisa menyakinkan orang tuanya untuk merestui impiannya hinga di titik dimana dia lolos dan bisa berkuliah di Royal College of Art (RCA) London. Dengan dibantu orang tuanya, Grizellyn menyiapkan hal yang ia butuhkan untuk berkuliah di London, ia hanya berharap bahwa keputusannya ini tidak akan membawa kekecewaan pada orang tuanya di akhir nanti.

Suara bising terdengar di luar ruangan bernuansa putih cokelat. “Mba … Mba Zellyn … bangun mba, para tamu sudah menunggu di luar.” Ucap seorang perempuan yang memakai setelan jas rapi dengan rambut diikat dengan tangan yang menggoyangkan bahu Grizellyn. “Eh maaf Bella saya ketiduran, saya siap-siap dulu ya nanti setelah itu keluar.” Jawab Grizellyn. “Baik mba, saya tunggu di luar ya.” Balas Bella yang tak lain adalah sekretaris pribadi Grizellyn. Sambil menutup dan menaruh buku diary nya yang membuat ia ketiduran ke dalam laci meja, Grizellyn tersenyum lega. “Mengingat momen itu membuat aku sedih, disana terletak dimana keyakinan dan keraguanku bertemu. Namun ternyata keyakinan yang menang dan membawaku sampai di titik ini.” Gumam Grizellyn pada dirinya. Hari ini adalah acara pameran karya Grizellyn yang ada di gallery art nya, sambil mempersiapkan diri Grizellyn membaca buku kenangan diary nya yang ia tulis saat SMA, dimana banyak kenangan sedih dan senang yang ingat kembali. Membaca tulisan kenangan itu yang membuat ia tak sengaja tertidur dan lupa bahwa dirinya harus membuka pameran karyanya, yang dimana banyak tamu dan penggemar Grizellyn yang datang dan menunggu. Setelah lulus dari Royal College of Art (RCA) di London, Grizellyn memulai usahanya untuk membuka gallery art dengan membuat karya-karya yang ia unggah pada laman pribadinya, perlu konsistensi baginya agar karyanya mampu dikenal banyak orang yang dimana dapat mengantarkannya kepada titik saat ini, ia berhasil meraih impiannya. Gryzellyn menjadi wanita yang terkenal dengan lukisan dan desain-desain nya. Gryzellyn juga aktif menyumbangkan uang yang ia dapatkan dari karyanya kepada panti asuhan. Dia juga dikenal sebagai “si palet” karena hasil karya bukunya yang berjudul “Gadis Palet dan Kanvas” yang berisi banyak nilai moral semangat dalam menjalani impian, dan pantang menyerah walaupun harus menginjak duri terlebih dahulu untuk mencapai di pendaratan yang mulus. Hal ini sangat sesuai untuk seseorang yang baru memulai lembar perjalanan hidup barunya.

-END-

Posting Komentar

0 Komentar