Selamat datang teman, sahabat, rekan, dan kawan baru. Selamat bergabung di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Selamat datang masa yang berapi-api, masa dimana memulai mengukir prestasi, menemukan jatidiri, dan mengembangkan potensi. Sembari dalam masa Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) dengan tema “Generasi Smart (Santun, Moderat, Akademis, Responsif dan Trampil)”
Sedikit pencerahan dan peluang yang penulis akan sampaikan. Ini merupakan sebuah solusi generasi masa kini untuk masa depan. Sebelum pembahasan penulis sedikit memberi persepsi tentang mahasiswa.
Siapa sih Mahasiswa itu?………….
Apakah Robot?…………..
Apakah Monster yang menyeramkan?………
Memang bisa menjadi sebuah kemungkinan dari dua pertanyaan itu, mahasiswa adalah robot ketika mahasiswa hanya melakukan aktivitas kos lalu ke kampus dan mahasiswa adalah monster apabila aktivitasnya hanya berkunjung ke hek (warung makan) lalu ke kamar mandi. Ohh, sangat nyesek hati. Terus apa mahasiswa itu? Yang di kenal di masyarakat desa merupakan seseorang yang di sanjung tinggi dan di gadang-gadang sebagai ahliwaris dalam sebuah peradaban di desa karena menyandang sebuah gelar sarjana Nantinya. Pertanyaan dan jawaban sederhana ini adalah sebagai intervensi penulis terhadap mahasiswa-mahasiswi baru (MABA) atau bahkan MALA (Mahasiswa Lama). Sama halnya penulis juga pernah menjadi MABA yang dimana mengalami rasa penasaran dan tanda Tanya besar mengenai mahasiswa. Sehingga hari ini di sambut dengan sebuah pemahaman yang pernah dialami.
Yakni Sebuah pengertian mahasiswa, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institute, maupun akademi. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Online), Definisi mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagai siswa ada yang menganggur, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).
Menengok Perbedaan Sebuah Peran
Belajar di perguruan tinggi sangatlah berbeda dari belajar di sekolah (Farchan, 2009). Di sekolah, siswa lebih banyak berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan, sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan. Di perguruan tinggi, mahasiswa lebih aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara pelajar berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah di sepakati. Menurut Kartono (dalam Ulfah, 2010) mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:
Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin masyarakat yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.
Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis proses modernisasi.
Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.
Nah, Penasarannya agak reda kan dari sedikit pemaparan di atas mengenai mahasiswa. Dan sekarang agak lebih mendalam mengenai sepak terjangnya kedepan kiprah mahasiswa yang di tunggu- tunggu. Yakni yang saya garis bawahi poin yang ke dua pada ciri-ciri mahasiswa merupakan harapan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin masyarakat yang mampu dan terampil.
Hoax atau Fakta dalam Kehidupan Mahasiswa
Sebentar, kelihatannya membahas hoax itu perlu adanya pemaparan mengenai hoax diawali dengan latar belakang hoax muncul yakni hoax muncul pada era komunikasi pemberitaan dan informasi yang kebenarannya seolah dapat dipastikan namun sangat menyesatkan. Dan apakah hoax baik untuk sebuah media berita? Baik jika media tersebut memang memiliki penyelarasan antara mana fakta dan mana hoax apalagi kita adalah mahasiswa yang dimana sebagai Sosial Control yakni mahasiswa harus mampu mengontrol sosial yang ada di lingkungan sekitar. Jadi mahasiswa harus mengetahui berita yang benar dan bukan hoax mengenai kehidupan mahasiswa. Ada beberapa contoh hoax atau fakta mengenai kehidupan mahasiswa diantaranya:
Hilangnya kejujuran,
Hilangnya rasa tanggung jawab,
Tidak berfikir jauh kedepan (Visioner),
Rendahnya disiplin,
Krisis kerjasama,
Krisis keadilan, dan
Krisis kepedulian.
Apakah ini fakta atau Hoax?…. kalian sendiri yang akan menjawabnya dalam perjalanan sebagai Mahasiswa.
Urgensi Mahasiswa dalam pendidikian Kepemimpinan
Urgensi dalam hal ini merupakan keharusan yang mendesak sebagai seorang mahasiswa sebagai Iron Stock yakni mahasiswa harus bisa menjadi pengganti orang-orang yang memimpin di pemerintahan nantinya. Dengan demikian pendidikan kepemimpinan sangatlah di haruskan sebab akan menjadi bekal di kehidupan keluarga dan masyarakat. Kepemimpinan adalah upaya untuk menggerakkan, mempengaruhi, mengelola, dan membawa berita gembira kepada semua orang. Seorang pemimpin merupakan tauladan (contoh), inspirator, motivator dan pembangkit bagi para pengikutnya untuk tergerak hati, pikiran dan perbuatannya untuk meraih harapan, cita-cita, tujuan hidup yang baik dan mulia. Mengingat pentingnya sebuah pendidikan kepemimpinan dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang kuat, maka pendidikan kepemimpinan harus dilakukan dengan tepat kepada mahasiswa.
Atau dikenal dengan istilah leadership. Dalam leadership membentuk jiwa sekaligus sikap kepemimpinan pada mahasiswa. Banyak literature yang menjelaskan mengenai leadership. Salah satunya adalah sebuah keputusan yang merupakan hasil proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dan merubah diri seeorang dan lingkungan masyarakat (Agent Of Change) dalam melangkah untuk membentuk karekter pemimpin dalam dirinya masing-masing. Maka dari itu leadership sangat berperan dalam pembentukan kepemimpinan mahasiswa.
Untuk menghadapi masalah tersebut diharapkan mahasiswa mempunyai solusi yang tepat dalam upaya membangun karakter mahasiswa. Berdasarkan buku yang berjudul “Bangkit dengan Tujuh Budi Utama” karya Ary Ginanjar Agustian merumuskan nilai-nilai karakter yang disebut dengan sebutan “Bangkit dengan Tujuh Budi Utama”, yaitu: Jujur, Tanggung jawab, Visioner, Disiplin, Kerjasama, Adil, dan Peduli.
Mari kita stop Isu-isu Sara yang terjadi di kehidupan mahasiswa yang dimana memandang seseorang pemuda yang di pandang sebelah mata oleh masyarakat awam dengan pendidikan Kepemimpinan (Leadership) berproses dengan baiklah di dalam Kehidupan Universitas ataupun institute dengan aktif kuliah dan mengikuti organisasi baca buku dan dialog terus-menerus sebagai Guardian of Value yang mahasiswa merupakan kalangan akademis yang dalam mancari suatu kebenaran akan selalu berfikir sevra ilmiah. Dan dalam artikel ini hanya sebagai instrument kepada MABA dan/atau MALA untuk menekankan pentingnya karekter kepemimpinan, juga tidak mempromosikan sebuah organisasi Intra maupun Ekstra. Itu pilihan mereka akan tetapi lebih kepada , apa yang harus diperoleh dalam sebuah organisasi yakni pendidikan kepemimpinan.
Pendidikan kepemimpinan adalah sebuah pelung besar di negeri ini yang merupakan alasan untuk menjadi acuan proses pembentuakan identitas pemuda yang berkelanjutan di tengah kekurangan sosok pemimpin dan role model mahasiswa yang membanggakan. Oleh karena itu, upaya yang harus kita dorong bersama adalah bagaimana agar mahasiswa selaku pemuda memiliki karakter pemimpin yang kuat. Dengan banyaknya membaca, menulis, dan mendiskusikan gagasan-gagasannya secara terus-menerus.
Berani Memanfaatkan Peluang
Perjalanan panjang masih harus dilewati agar mampu menjadi generasi penerus yang tangguh, setelah mampu membantah apa yang pemberitaan hoax yang di sebar mengenai mahasiswa, selanjutnya yang harus diperhatikan ialah kecekatan dari mahasiswa untyk berani melihat dan memanfaatkan peluang yang ada. Jiwa mahasiswa yang masih muda yang terbilang masih labil bisa menjadi kekuatan besar untuk berani menentukan langkah, dengan memanfaatkan setiap peluang.
Peluang secara umum dapat di artikan sebagai sikap dari seseorang yang mampu memanfaatkan kelebihan secara maksimal demi tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sosok pemudalah yang biasa menjadi actor utama. Dan talenta yang dimiliki kaum muda bisa menjadi ujung tombak untuk menumbuhkan pemimpin muda yang berkualitas dalam membangun bangsa.
Berani memanfaatkan peluang berarti berani membuka diri untuk berusaha menggali potensi, kemampuan, dan talenta yang dimiliki untuk mengoptimalkannya, demi mencapai tujuan tertentu. Dimana pengembangan atas hal ini merupakan suatu bentuk membangun sisi positif dari kaum muda yakni mahasiswa. Apalagi melihat keterbatasan hadirnya sosok pemimpin pemuda yang ideal yakni mahasiswa sebagai cikal bakal pemimpin masa depan, menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, termasuk kampus kita tercinta Institut Agama Islam Negeri Surakarta yang harus mampu mencetak mahasiswa yang mempunyai karakter pemimpin.
Oleh: Zaenal Abidin
(Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fak. Syariah)
#BanggaIAINSurakarta
0 Komentar