Beda dengan Australia, Trotoar Solo Alih Fungsi
Oleh Nur
Isnaini Wulan Agustin
Mengikuti
Student Mobility program pada akhir bulan Oktober lalu membuat saya terpesona
dengan kecantikan Australia tepatnya kecantikan kota Melbourne. Program
tersebut adalah program fully-funded (gratis) yang diselenggarakan oleh
Kementrian Agama untuk mahasiswa S1 dari Sabang sampai Merauke agar memperoleh
pengalaman belajar dan tinggal di luar negeri. Kami berkesempatan belajar
disana selama satu minggu. Sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi saya
mengenal kehidupan di kota Melbourne. Salah satu impian yang tak kusangka
datangnya
.
.
Banyak
hal yang menarik untuk dibahas tentang Melbourne. Ibukota dari Victoria ini merupakan
kota yang kaya ragam budaya dengan jumlah penduduk sekitar 3 juta jiwa. Disana
saya berjumpa dengan orang baru, budaya yang baru, sarana transportasi baru
yang harus untuk dicoba, gaya hidup baru, restoran dan makanan- makanan baru, sistem
pendidikan yang beda dengan apa yang saya jalani disini.
Sebagai
mahasiswa yang datang dari kota kecil dengan jargon “The Spirit of Java”, saya
sangat terkagum dengan sarana transportasi disana. Sarana transportasi yang
jauh berbeda dengan apa yang ada di Indonesia, terlebih di Solo. Semua
transportasi umum sangat nyaman dinikmati. Tidak kalah nyaman adalah sarana
transportasi untuk pejalan kaki “sidewalk”
atau yang biasa kita sebut trotoar.
Trotoar
adalah fasilitas pejalan kaki. Trotoar diharapkan memberikan kenyamanan dan
keamanan bagi penggunanya. Oleh sebab itu, trotoar adalah hak pejalan kaki dan
hanya diperuntukkan untuk pejalan kaki yang tidak boleh diselewengkan dengan
cara apapun, termasuk dilintasi oleh pengendara sepeda motor.
Di
Australia, trotoar memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakatnya. Hal
ini dikarenakan oleh mayoritas penduduk Australia yang suka berjalan kaki
setiap ingin pergi ke suatu tempat. Itulah juga yang saya alami disana. Untuk
berangkat ke tempat belajar (Deakin
University), saya harus berjalan terlebih dahulu sebelum menaiki bus/ tram/
train. Saya berjalan kaki dengan sangat nyaman karena fasilitas trotoarnya
cantik. Meski saya berjalan cukup jauh setiap hari, saya merasa aman. Jangankan
kendaraan yang melintas di trotoar tersebut, trotoar berlubang pun tidak saya
temui disana.
Menurut
Manunggal (alumnus Monash University Australia) dari artikel yang pernah saya
baca, prinsip kewajiban negara yaitu menyediakan jalan yang bagus dan aman.
Sehingga apabila terjadi kecelakaan yang disebabkan karena jalan berlubang,
jalan rusak atau marka jalan yang tidak jelas maka pemerintah harus bertanggung
jawab. Bahkan jika ada penduduk ada yang tersandung karena trotoar rusak pun
bisa menggugagt pemerintah setempat.
Hal
yang tidak saya jumpai juga di Indonesia, yaitu tentang design trotoar tersebut.
Trotoar di Australia tidak bersatu dengan jalan, melainkan terpisah dengan
taman atau rerumputan. Trotoar terdesign sedemikian rupa agar pejalan kaki
merasa nyaman dan tidak terganggu. Yang saya amati disana, semua rumah penduduk
Australia mempunyai taman dan trotoar. Jalan besar hanyalah milik mobil, bus,
tram, dan train. Karena disana saya juga jarang menemui sepeda motor. Bahkan
selama disana saya tidak melihat sepeda motor yang melintas di jalan sekalipun.
Sungguh
ironi memang ketika dibandingkan dengan Solo atau bahkan trotoar di Indonesia.
Trotoar belum tertata rapi untuk pengguna jalan kaki. Banyak sekali sepeda
motor yang melintas tanpa perasaan bersalah. Belum lagi persoalan pedagang kaki
lima. Pedagang kaki lima memenuhi area yang seharusnya bukan tempat berjualan. Satpol
PP masih berusaha keras menuntaskan persoalan tersebut. Pedagang yang dengan
terpaksa digusur karena memenuhi trotoar. Papan peringatan banyak dipasang di
bahu jalan agar tidak berjualan di trotoar. Tapi apalah daya, banyak pedagang
yang masih melanggar aturan tersebut. Sampai sekarang fungsi trotoar belum
berfungsi dengan baik.
Untuk
itu saya ingin mengajak pembaca untuk memulai sesuatu yang kecildari diri kita
sendiri. Ketika kita ingin berjalan kaki nyaman di trotoar, janganlah melanggar
aturan yang terdapat dalam Undang Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan bahwa “Trotoar
merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan di antara fasilitas- fasilitas lainnya yaitu: lajur sepeda,
tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan/ atau fasilitas khusus penyandang
cacat dan manusia usia lanjut”. Menghargai orang lain dilakukan dengan
menghargai budaya tertib terhadap peraturan.
Dengan
begitu ketika pemerintah memperbaiki sistem sarana transportasi pejalan kaki
menjadi lebih baik, kita bisa menggunakannya dengan baik juga. Dari pengalaman
singkat saya hidup di Melbourne, besar harapan saya agar pemerintah juga
memperhatikan trotoar seperti halnya sarana transportasi yang lain dan yang
lebih penting mensosialisasikan fungsi trotoar tersebut agar tidak
disalahgunakan.
“Datang ke
negara lain merupakan pengalaman yang menarik dan ingin kembali menjadilebih
baik”
0 Komentar