Untuk para pembaca semuanya :)
Secara substansial, masa depan Indonesia salah satunya terletak
ditangan pendidik, bukan ditangan mentri bahkan presiden. Tenaga pendidik
diantaramya dosen memiliki peran penting dalam kemajuan pembangunan nasional.
Hal ini bukan tanpa alasan karena dosen sebagai pendidik yang bersentuhan
langsung dengan generasi bangsa dalam pembentukan karakter, dan soft
skill seperti membaca, menulis, berbicara, berpikir analitik, kreatif
dan kritis. Dosen juga menjadi rujukan mahasiswa dalam berpikir dan bertindak.
Jika merujuk pada tulisan Apriliadi Mimbar Mahasiswa
Solopos Edisi Selasa (10/05/2016) yang mengatakan bahwa buku seharusnya
menjadi alat pemenuhan kebutuhan ragawi mahasiswa: budaya akademisi yang
dipercaya ampuh mengobati kegalauan dan kekhawatiran. Kesempatan membeli buku
juga kadang tidak dipedulikan mahasiswa.
Dari tulisan ini saya beranggapan bahwa mahasiswa tidak
sepenuhnya bersalah apabila akademisi Indonesia saat ini masih galau. Praktik
instannya ilmu pendidikan yang di berikan dosen kepada mahasiswa menjadi salah
satu pemicu buruknya budaya membaca generasi muda. Kecanggihan teknologi
informasi memalaskan dosen untuk turun tangan memberi pendidikan. Dunia canggih
tapi kemampuan manusia semakin sedikit yang berkualitas. Sehigga mahasiswa
lebih mengandalkan produk ilmu pengetahuan instan dari pada membaca buku.
Minimnya budaya literasi dilingkungan mahasiswa tidak bisa
dianggap remeh. Faktor rendahnya literasi bisa saja terjadi karena tidak adanya
inspirasi dari sosok dosen kepada mahasiswa. Dosen sebagai motivator dalam
pembelajaran sebisa mungkin bertindak pula sebagai inspirator. Motivator yang
dapat memberi semangat kepada mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan dan
sebagai inspirator yang dapat menginspirasi mahasiswa dengan knowledge yang
dimilikinya.
Transfer knowlegde dari dosen ke mahasiswa
belum sepenuhnya dipahami. Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan belakangan
ini, sebagai mahasiswa saya sering mendapati pola pengajaran dosen yang lepas
buku. Dalam artian bahwa dosen menguasai ilmu tapi tidak mengembangkannya
kepada mahasiswa. Mahasiswa hanya tahu kulit luar dari ilmu tersebut. Dosen
menerangkan dan mahasiswa mendengarkan. Tidak semua dosen menerapkan kewajiban
membaca buku sebagai pemenuhan ragawi sehingga kultur membaca tidak diturunkan
kepada mahasiswa.
Transfer knowledge dapat diwujudkan dengan
transfer budaya literasi dari dosen kepada mahasiswa.Dilakukan dengan cara
mengarahkan bahkan mewajibkan mahasiswa untuk membaca buku yang dapat menunjang
pengetahuannya. Kemudian dosen mengajak mahasiswa berdisikusi, membedah wawasan
dari tiap perspektif dari mahasiswa tersebut sehingga tumbuhlah budaya membaca
dan tumbuhlah pengetahuannya berkat dari diskusi wawasan sehingga kelas akan
hidup dengan budaya membaca.
Dalam buku Kampus Maut (2007) Karya Mesti
Arnanda Nasution dan Agus Suryantoro dikatakan bahwa selain mengadakan tatap
muka di kelas, hendaknya dosen memberikan tambahan pendalam materi berupa
diskusi kelompok. Dalam buku ini juga di mengatakan bahwa dosen juga harus
memberikan keteladanan dalam sikap dan sifat kepada mahasiswa juga memberikan
sanksi tegas apabila dosen melanggar etika pengajaran.
Mahasiswa idealnya memang bergerak mencari informasi dengan
lebih luas. Tetapi dosen sebagai pendidik sebaiknya mengarahkan mahasiswa untuk
mendapatkan informasi yang berkualitas. Dalam bukuNgapain Kuliah Kalau Nggak
Bisa Sukses? (2008) karya Heri Kuswaramengatakan bahwa komitmen
belajar mahasiswa dan tersedianya berbagai sarana kampus tidak cukup untuk
mencetak sumber daya manusia yang andal. Salah satufaktor yang tidak kalah
penting adalah kualitas dosen sebagai staf pengajar dan pendidikan mahasiswa.
Dosen yang berkualitas tentu mempunyai berbagai referensi
literatur yang dapat menumbuhkan budaya membaca mahasiswanya. Dosen idealnya
mempunyai metode dan formulasi dalam menumbuhkan kesadaran membaca mahasiswa.
Dosen pun harus senantiasa meng-update dan upgrade informasi
ilmu pengetahuan yang dapat menambah kreatifitas dan inovasi mahasiswa.
Sebagai mahasiswa, saya menilai kualitas dosen tergantung
banyaknya buku yang pernah dosen baca dan dibawa ketika mengajar. Karena bagi
saya buku merupakan suatu kekayaan yang tidak semua orang memilikinya. Tidak
jarang saya menemukan dosen yang selama satu semester mengajar sama sekali
tidak membawa buku ketika masuk kelas. Hanya berbekal laptop saja, bahkan
sering kali saya menemukan materi yang disampaikan produk dari copy
paste di internet.
Jangan sampai apa yang dikemukakan Prof. Sadli dalam artikel
karya Jakop Oetama berjudul Bukuku Kakiku (2004) terjadi
dikalangan akademisi, beliau mengatakan bahwa orang tidak lagi bergantung pada
buku. Dengan informasi yang overlood setiap pagi dan sore dari
suratkabar, majalah, TV, dan radio maupun internet, akan menimbulkan pertanyaan
besar siapa yang masih butuh membaca buku?, sehingga timbul gejala mahasiswa
baca buku, profesor baca majalah profesi atau buku kumpulan karangan.
Unsur penting dalam pendidikan adalah dosen yang membimbing dan
mendampingi para mahasiswa. Perlu adanya kesadaran bahwa mahasiswa membutuhkan
sosok dosen yang dapat menginspirasi mahasiswa untuk melakukan perubahan. Dan
filosofi Jawa seakan mengakar bahwa guru sebagaimana dosen tetaplah digugu
lan ditiru.
Dewi
Nur Fitriana
Mahasiswa
Bidikmisi 2015 ( Jurusan Tadris Bahasa Indonesia)
iainsurakarta.ac.id
Semoga Bermanfaat :)
0 Komentar