6/recent/ticker-posts

Sinar Keluarga Raras


Sinar Keluarga Raras

Oleh : Aisyah Nurfitriyani 

Aku pernah bertanya. Apa arti keluarga sesungguhnya? Sekumpulan orang yang memiliki peran masing-masing seperti ayah yang bertugas untuk bekerja, anak yang bertugas untuk belajar dan seterusnya. Memang itu benar adalah pengertian dari sebuah keluarga. Namun apa makna sesungguhnya dari kata keluarga?

Bagaimana jika sekumpulan orang yang tidak memiliki hubungan darah sedikitpun denganmu namun sangat peduli padamu. Apakah itu bisa disebut keluarga? Atau bagaimana dengan teman yang selalu mendengarkan curahan hatimu saat kau dirundung masalah. Menurutku keluarga adalah orang yang menyinari hatimu. Aku mengatakan ini karena suatu alasan. 

Ini adalah secuil kisah dari hidupku namun sangat membekas di hatiku. Perkenalkan namaku Raras, seorang anak SMA kelas tiga. Aku tinggal bersama ibuku dan kelima adikku. Sejak ayah berpulang dua tahun yang lalu aku menjadi tulang punggung keluarga bersama ibu. Yah... di usiaku yang seharusnya mempersiapkan diri untuk ujian masuk universitas harus kuurungkan demi kelangsungan hidupku bersama ibu dan kelima adikku. Tiap pagi aku akan membawa jajanan kue-kue ke sekolah untuk  ku titipkan di kantin sekolah. Sepulang sekolah aku akan mengurusi adikku yang tiga diantaranya masih bersekolah di jenjang sekolah dasar. Keseharian yang melelahkan namun harus tetap kujalani. 

"Ras... maafkan ibu. Karena ibu akan membayar hutang kita ke tetangga. Jadi, jika tiga hari ke depan kamu tidak mendapat uang saku tidak apa-apa kan? Kamu bisa bawa bekal saja dari rumah", kata ibu. 

Kami memang terkadang berhutang kepada tetangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami. Walau tetangga kadang memberi beberapa makanan namun lama-lama ibu menjadi sungkan akan pemberian tetangga. Maka dari itu ibu memilih jalan untuk berhutang dan melunasinya setelah uang hasil penjualan kue kami terkumpul beberapa. 

Aku tak masalah dengan hal itu karena sudah menjadi kebiasaan di mana terkadang aku tak mendapat uang saku demi berhemat ataupun melunasi hutang tetangga. Tapi lama kelamaan aku merasa lelah dengan semua ini. Dengan nada ketus aku berkata, "Baiklah ibu. Tapi menu bekalnya tolong diganti dong, Bu. Aku ingin besok makan ayam bukan tahu dan tempe terus."

Dengan senyum yang lelah ibu mengangguk mengiyakan perkataanku walau aku tahu ibu pasti akan mengusahakan untuk mendapatkan ayam yang bisa dibagi kami berenam. Memang berenam karena apapun yang aku punya akan dibagi dengan saudara dan  saudariku.

Di sekolah pun aku merasa iri dengan teman-temanku yang memiliki keluarga berkecukupan. Semua permintaan mereka akan dikabulkan termasuk les demi mendapatkan universitas favorit mereka. Aku bukan termasuk murid yang pintar namun juga bukan yang paling bodoh tapi aku ingin sekali merasakan bangku perkuliahan. Untuk masuk perguruan tinggi aku bisa belajar secara otodidak namun aku takut apabila diterima aku akan berurusan dengan berbagai biaya. Walaupun banyak beasiswa yang bisa diajukan namun kurasa ibuku tetap menentang karena masih ada tanggungan adik-adikku. Maka dari itu ibu lebih mendukungku mendapatkan pekerjaan setelah lulus SMA daripada meneruskan pendidikanku. 

Di balik semua itu ada setitik cahaya yang menyinari hatiku. Aku mengikuti ekstrakurikuler voli di sekolah. Semua teman-temanku dan bahkan pembimbing voli ku sangat mendukungku untuk mengejar impianku. Sebenarnya aku tidak suka olahraga dan ingin masuk jurusan ilmu komunikasi. Namun semenjak ayah meninggal aku menjadi stres karena tekanan ekonomi. Salah satu pelampiasan stres yang membuatku senang adalah saat aku berhasil memukul bola. Ditambah sorakan dari teman-temanku yang memujiku karena keahlianku dalam men-smash bola. Seusai latihan voli kami akan makan bersama sambil bercerita. Yang kusuka dari hal ini saat beberapa temanku saling bercerita masalah mereka dan yang lain memberikan solusi. Begitupun aku saat berkeluh kesah mengenai ekonomi ku. Teman-teman akan mendukungku walau solusi yang mereka katakan belum bisa aku selesaikan. Meski begitu mereka akan selalu ada saat aku merasa sedih dengan kondisi keluargaku. Sejak saat itu aku memiliki keluarga kedua. 

Kini tibalah hari di mana aku akan hidup 3 hari tanpa uang saku. "Huft... Aku ingin sekali beli nasi soto. Ibu bohong. Dia bilang akan memberiku menu ayam tapi malah tumis kangkung", keluhku. Salah satu teman tim voli ku memberi saran, "Coba pejamkan mata dan bayangkan kangkung yang kau makan adalah ayam goreng", "Saran yang kurang mempan padaku. Aku sudah hapal rasa kangkung bahkan dengan mata terpejam", elak ku.

Setelahnya hanya diiringi canda tawa kami hingga salah satu temanku menceletuk, "Hei Ras. Jadi kau benar akan lanjut bekerja setelah lulus? Tidak terpikir mengikuti ujian masuk universitas sekali saja?", yang lain pun menambahi, "Untuk urusan biaya kau bisa mendaftar beasiswa dan kerja part time. Kurasa itu bisa membantu biaya sekolah adik-adikmu juga". 

"Memang mudah beropini namun susah menjalaninya. Ibuku sudah menentukan jalan hidupku sejak ayah pergi. Dulu memang aku bebas bermimpi tapi sekarang aku harus realistis. Yah.. kurasa aku akan kerja apapun itu setelah lulus. Kuli bangunan pun tak apa-apa", kataku. Teman-temanku banyak yang bersimpati kepadaku namun aku tak menyangka akan mendapatkan suatu kejutan setelah aku lulus. 

Hana, ketua tim voli ku menawariku bekerja sebagai penjaga toko milik ayahnya. Aku tak menyangka ketua tim yang biasanya hanya diam dan mengangguk-nganggukkan kepala ketika mendengarkan teman-teman bercerita bahkan teman-teman berpikir jika ketua timku sangatlah pemalu ternyata memiliki jiwa sosial yang tinggi. Saat ku tanya apa alasannya dia hanya berkata, "Ketika aku mendengar kau tidak ingin meneruskan pendidikanmu, aku menyayangkan itu. Padahal kau memiliki tekad di mata mu untuk belajar lebih tinggi lagi. Jadi, saat aku mendengar ayahku akan membuka toko sembako kuajukan dirimu sebagai penjaga toko ayahku. Mungkin ini tidak seberapa namun aku ingin melihatmu memiliki tekad untuk meneruskan mimpimu. Aku mengamatimu sejak bergabung tim voli. Kau adalah orang yang pandai bersosialisasi jadi mungkin ini salah satu cara kau memulai mimpimu. Kau ingin masuk jurusan ilmu komunikasi kan? Nah cobalah dari bersosialisasi dengan pembeli dulu. Kutunggu ya di universitas impian kita. Kau juga ingin berkuliah di universitas yang sama denganku kan? Sampai jumpa saat itu", aku langsung menangis dan memeluknya setelah mendengar itu. 

Dari kejadian itu aku menyadari bahwa keluarga tak harus dari orang yang memiliki hubungan darah denganmu. Namun keluarga bisa berasal dari orang lain yang sangat peduli padamu walau tak memiliki hubungan darah denganmu. Kini aku telah menemukan makna dari sebuah keluarga. Menurutku keluarga yang sesungguhnya ialah orang yang selalu ada untukmu walau jarang muncul sebagai pelakon dalam hidupmu. Ibu dan adik-adikku memanglah keluargaku yang ku sayangi namun teman-teman di tim voliku  juga merupakan keluarga yang menjadi sinar di hatiku.

Posting Komentar

0 Komentar