Momen wisuda merupakan hal yang dinantikan semua mahasiswa. Apalagi bagi mereka yang sudah menyelesaikan skripsi. Namun, bagaimana jika wisuda tidak sesuai dengan ekspektasi? Hal itulah yang dialami oleh Fitria Rachmawati Zain. Ia salah satu mahasiswi Tadris Bahasa Indonesia, Fakultas Adab dan Bahasa, Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Targetnya wisuda Oktober pupus lantaran permasalahan nilai salah satu mata kulaih belum keluar. Ia pun baru dapat yudisium Desember lalu, dan wisuda April pada mulanya terancam tidak dilaksanakan, karena pandemi Covid-19. Hingga akhirnya, ia dapat wisuda Juli lalu secara langsung di kampus mewakili mahasiswa.
Baginya ikhtiar dan tawakal harus selaras, itulah salah satu kunci tercapainya keinginan. Hal ini juga berlaku dalam meraih cita-cita untuk menuntaskan pendidikan tinggi, meksipun keterbatasan ekonomi. Prinsip itulah yang dipegang oleh gadis kelahiran 1997 ini. Gadis asal Sragen tersebut, menjadi salah satu lulusan terbaik tingkat jurusan karena meraih predikat sebagai peraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yakni 3,64. Selama kuliah ia juga mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
“Alasan saya mendaftar Bidikmisi, karena kondisi keluarga yang kurang mencukupi dan saya memiliki tekad selama sekolah maupun kuliah tidak membebani orang tua”. ujar Zain, panggilan akrabnya.
Kedua orang tuanya, hanya petani kecil yang menggarap sawah. Ia dan saudaranya, berkeinginan lanjut sekolah tanpa membebani perekonomian keluarga mereka. Sejak SMP-SMA Zain memang sudah mendapat keringanan biaya dari sekolah. Walaupun Zain bersekolah dengan latar belakang keluarga kurang mencukupi, hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk menjadi siswa yang berprestasi di sekolahnya. Ia berpendapat, bahwa sekolah bukan sekadar mengejar prestasi akademik, melainkan prestasi yang menunjang softskill. Hal itu ia buktikan dengan pernah menjadi pemimpin redaksi semasa SMA. Sewaktu menjadi pemimpin redaksi majalah sekolah dan ia aktif dalam kegiatan kepenulisan. Hasil tulisannya pernah termuat di Kolom Curhat, Solopos.
“Proses pendaftaran kuliah dan pengajuan beasiswa saya cukup panjang. Saya pernah gagal hingga lima kali mendaftar di kampus yang dinaungi Kemendikbud. Sebelum akhirnya diterima IAIN Surakarta.” ujarnya mengenang.
Dengan proses pendaftaran kuliah yang panjang, ia dapat lolos masuk ke perguruan tinggi sekaligus penerima beasiswa di IAIN Surakarta. Sebagai mahasiswa Bidikmisi tentu ia dituntut untuk selalu memperbaiki hal akademik. Namun, ia tak lantas hanya berfokus perihal akdemik. Selama kuliah ia pernah menjadi Pemimpin Umum, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pandawa dan Humas UKMI Nurul Ilmi. Selain itu, ia kerap memenangkan perlombaan baca puisi. Semasa kuliah, Zain pernah melakoni beberapa pekerjaan sambilan seperti jualan online, penyiar radio, dan mengajar les.
“Jika kita punya mimpi, ada harga yang harus dibayar. Artinya ada pengorbanan yang harus dilakukan dan setiap orang punya cara masing-masing untuk membayarnya. Siapa yang berjuang, ia yang akan sampai tujuan,”
Pesan Zain. Perihal esok tak ada yang pernah tahu,
tetapi hari ini milik kita yang mau
berjuang.
0 Komentar